Biografi KH. Ahmad Anshori HB
Senin, 04 Mei 2020
Tambah Komentar
Isi Konten [Tampilkan]
السَّلَامُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ وَ بَرَكَاتُهُ
بِسْمِ اللهِ الرَّحْمٰنِ الرَّحِيْمِ
Kaum muslimin & muslimat, Ikhwan & Akhwat sahabat Didikan Islamic yang dimuliakan ALLAH SWT.
Pada kesempatan kali ini, kami akan membagikan pengetahuan tentang :
BIOGRAFI KH. AHMAD ANSHORI. HB
Beliau ialah seorang MUQODDAM THORIQOH AT-TIJANIYAH yang mendirikan dan mengasuh lebih dari 60 zawiyah di Kalimantan, Sumatera hingga Malaysia, pengasuh pondok pesantren, penulis buku agama (kitab), pengusaha, dan pendakwah.
Penampilan beliau selalu rapi dengan busana baju muslim ataupun ghamis serta peci putih di kepala dan bersarung. Dialah K.H. Ahmad Anshari bin Hasan Basri Al-Banjari.
Pria kelahiran Banjarmasin pada 16 November 1956 ini dikenal sebagai pengusaha Travel Biro untuk pemberangkatan haji dan umrah.
Beliau juga seorang MuqoddamThoriqoh At-Tijaniyah yang membimbing lebih dari 60 Zawiyah di Kalimantan, Bangka, dan Batam.
Selain itu, K.H. Ahmad Anshari HB, demikian beliau akrab disapa jama’ahnya dengan sebutan “ Abuya “, juga dikenal sebagai pendakwah.
Namun dakwah beliau sangatlah terbatas, pengajian khusus.
Sebab, beliau lebih menitik-beratkan membina jama’ah beliau, ikhwan Tijaniyah, di Kalimantan Selatan, Kalimantan Tengah, Kalimantan Timur, Bangka-Belitung, dan Batam.
Satu lagi, K.H. Ahmad Anshari HB juga dikenal sebagai pengarang kitab-kitab keagamaan yang handal.
Sukses yang dicapai beliau sekarang tidak lepas dari didikan orangtua beliau sendiri, H. Hasan Basri.
DI MASA PENDIDIKAN
K.H. Ahmad Anshari, sebagai anak pertama dari enam bersaudara, diharapkan orangtuanya untuk menjadi pandu bagi adik-adiknya.
Selain belajar mengaji kepada ayahnya, beliau juga menjalani pendidikan sekolah dasar di SDN Melati Banjarmasin. Kemudian ia melanjutkan pendidikannya di tsanawiyah Pondok Pesantren Darussalam, Martapura.
Ketika naik ke tingkat aliyah, ia berguru kepada almarhum Guru Sekumpul, atau akrab dipanggil “Guru Ijai”, kemudian juga kepada almarhun Tuan Guru Salim Ma’ruf, sebagai pemimpin PP Darussalam waktu itu.
Namun belum selesai pelajarannya, Ahmad Anshari (muda) keluar, karena terbatasnya biaya.
Ketika itupun berlanjut, Ahmad Anshari (muda) sempat ikut bekerja sebagai pendulang intan, dan pekerjaan kasar lain,
BEKERJA DAN MENIMBA ILMU DI MAKKAH
sehingga pada suatu kali ada orang yang mengajaknya untuk bekerja di Makkah pada tahun 1975.
Beliau pun berpikir, di Tanah Suci selain bekerja, beliau juga bisa belajar kepada para guru atau ulama di sana.
Pekerjaan pertama yang dilakukannya adalah sebagai penjaga Pom Bensin, dan berganti-ganti dengan pekerjaan kasar lainnya.
Hampir selama delapan tahun, ia bekerja dari satu pekerjaan ke pekerjaan lain. Dan sempat pula ia belajar di Madrasah Shaulatiyah setahun.
Tetapi karena beratnya beban pekerjaannya, akhirnya aktivitas sekolahnya terhenti, dan meneruskan pelajarannya kepada beberapa guru dan ulama secara penggal waktu atau sampingan.
BERGURU DENGAN ULAMA-ULAMA TERSOHOR
Setelah berganti-ganti pekerjaan, Ahmad Anshari (muda) akhirnya mendapatkan pekerjaan yang cocok, yaitu sebagai penjaga toko Arloji, yang akhirnya oleh pemiliknya ia diserahi sekaligus sebagai manajernya. Di toko arloji inilah ia bekerja hingga 13 tahun. Jadi sudah 20 tahun ia bekerja di Arab Saudi.
Di toko ini pula, banyak sekali kesempatannya untuk belajar secara otodidak dengan membaca kitab-kitab kuning usai bekerja. Kadang ia juga belajar kepada berbagai ulama yang ada di Saudi, seperti Sayyid Muhammad Al-Maliki, Habib Salim bin Abdurrahman Assegaf, serta beberapa ulama Tijani, seperti Syaikh Idris bin Muhammad Abid Al-Iraqi dan Syaikh Hassan Az-Zakani.
Beliau banyak sekali menerima ijazah atas buku-buku karya kedua ulama Tijani itu.
Di Saudi pula, beliau mendapatkan jodohnya, yaitu Hajjah Risnawati binti Abdulmuthalib, yang waktu itu sedang melaksanakan ibadah haji bersama orangtuanya.
Mereka kini dikarunia sembilan anak. Yaitu Haji Muhammad Raihah (Jakarta), Haji Abdul Nasir (Banjarmasin), Haji Toha (Banjarmasin), Haji Muhammad Zaini (Al-Azhar Mesir), Hajjah Ruqayah (Banjarmasin), Haji Muhammad Taufiq (Banjarmasin), Haji Fathi (Banjarmasin), Haji Hatim (Banjarmasin), dan Maftuh Ahmad (Banjarmasin).
Sedang istri keduanya, Hajjah Mariatul Aslamiah binti Ali, belum punya anak.
MULAI MENITI JALAN THORIQOH

Penampilan beliau selalu rapi dengan busana baju muslim ataupun ghamis serta peci putih di kepala dan bersarung. Dialah K.H. Ahmad Anshari bin Hasan Basri Al-Banjari.
Pria kelahiran Banjarmasin pada 16 November 1956 ini dikenal sebagai pengusaha Travel Biro untuk pemberangkatan haji dan umrah.
Beliau juga seorang MuqoddamThoriqoh At-Tijaniyah yang membimbing lebih dari 60 Zawiyah di Kalimantan, Bangka, dan Batam.
Selain itu, K.H. Ahmad Anshari HB, demikian beliau akrab disapa jama’ahnya dengan sebutan “ Abuya “, juga dikenal sebagai pendakwah.
Namun dakwah beliau sangatlah terbatas, pengajian khusus.
Sebab, beliau lebih menitik-beratkan membina jama’ah beliau, ikhwan Tijaniyah, di Kalimantan Selatan, Kalimantan Tengah, Kalimantan Timur, Bangka-Belitung, dan Batam.
Satu lagi, K.H. Ahmad Anshari HB juga dikenal sebagai pengarang kitab-kitab keagamaan yang handal.
Sukses yang dicapai beliau sekarang tidak lepas dari didikan orangtua beliau sendiri, H. Hasan Basri.
DI MASA PENDIDIKAN
K.H. Ahmad Anshari, sebagai anak pertama dari enam bersaudara, diharapkan orangtuanya untuk menjadi pandu bagi adik-adiknya.
Selain belajar mengaji kepada ayahnya, beliau juga menjalani pendidikan sekolah dasar di SDN Melati Banjarmasin. Kemudian ia melanjutkan pendidikannya di tsanawiyah Pondok Pesantren Darussalam, Martapura.
Ketika naik ke tingkat aliyah, ia berguru kepada almarhum Guru Sekumpul, atau akrab dipanggil “Guru Ijai”, kemudian juga kepada almarhun Tuan Guru Salim Ma’ruf, sebagai pemimpin PP Darussalam waktu itu.
Namun belum selesai pelajarannya, Ahmad Anshari (muda) keluar, karena terbatasnya biaya.
Ketika itupun berlanjut, Ahmad Anshari (muda) sempat ikut bekerja sebagai pendulang intan, dan pekerjaan kasar lain,
BEKERJA DAN MENIMBA ILMU DI MAKKAH
sehingga pada suatu kali ada orang yang mengajaknya untuk bekerja di Makkah pada tahun 1975.
Beliau pun berpikir, di Tanah Suci selain bekerja, beliau juga bisa belajar kepada para guru atau ulama di sana.
Pekerjaan pertama yang dilakukannya adalah sebagai penjaga Pom Bensin, dan berganti-ganti dengan pekerjaan kasar lainnya.
Hampir selama delapan tahun, ia bekerja dari satu pekerjaan ke pekerjaan lain. Dan sempat pula ia belajar di Madrasah Shaulatiyah setahun.
Tetapi karena beratnya beban pekerjaannya, akhirnya aktivitas sekolahnya terhenti, dan meneruskan pelajarannya kepada beberapa guru dan ulama secara penggal waktu atau sampingan.
BERGURU DENGAN ULAMA-ULAMA TERSOHOR
Setelah berganti-ganti pekerjaan, Ahmad Anshari (muda) akhirnya mendapatkan pekerjaan yang cocok, yaitu sebagai penjaga toko Arloji, yang akhirnya oleh pemiliknya ia diserahi sekaligus sebagai manajernya. Di toko arloji inilah ia bekerja hingga 13 tahun. Jadi sudah 20 tahun ia bekerja di Arab Saudi.
Di toko ini pula, banyak sekali kesempatannya untuk belajar secara otodidak dengan membaca kitab-kitab kuning usai bekerja. Kadang ia juga belajar kepada berbagai ulama yang ada di Saudi, seperti Sayyid Muhammad Al-Maliki, Habib Salim bin Abdurrahman Assegaf, serta beberapa ulama Tijani, seperti Syaikh Idris bin Muhammad Abid Al-Iraqi dan Syaikh Hassan Az-Zakani.
Beliau banyak sekali menerima ijazah atas buku-buku karya kedua ulama Tijani itu.
Di Saudi pula, beliau mendapatkan jodohnya, yaitu Hajjah Risnawati binti Abdulmuthalib, yang waktu itu sedang melaksanakan ibadah haji bersama orangtuanya.
Mereka kini dikarunia sembilan anak. Yaitu Haji Muhammad Raihah (Jakarta), Haji Abdul Nasir (Banjarmasin), Haji Toha (Banjarmasin), Haji Muhammad Zaini (Al-Azhar Mesir), Hajjah Ruqayah (Banjarmasin), Haji Muhammad Taufiq (Banjarmasin), Haji Fathi (Banjarmasin), Haji Hatim (Banjarmasin), dan Maftuh Ahmad (Banjarmasin).
Sedang istri keduanya, Hajjah Mariatul Aslamiah binti Ali, belum punya anak.
MULAI MENITI JALAN THORIQOH

Pada tahun 1988, K.H. Ahmad Anshari HB pulang ke Indonesia, dan pada tahun itu juga beliau ditalqin K.H. Badri Masduki dari Probolinggo menjadi ikhwan Thoriqoh At-Tijaniyah.
Namun, beberapa tahun di Indonesia sebagai pengusaha biro perjalanan haji dan umrah, beliau seperti ada isyarat untuk kembali ke Saudi lagi. Akhirnya pada tahun 1990, ia kembali ke Saudi dan bekerja di toko arloji itu.
Tahun itu pula, ia bertemu Syaikh Idris bin Muhammad ‘Abid Al-Iraqi, seorang ahli dan pakar hadits asal Maroko, Khalifah Thoriqoh At - Tijanyahi, dan kemudian beliau ditalqin menjadi seorang Muqoddam Tijani.
Begitu juga ketika beliau bertemu Syaikh Hassan Az-Zakani, ulama terkenal yang menjadi salah satu guru dari Sayyid Muhammad Al-Maliki, seperti ada isyarat tertentu. beliau mendapatkan surat dari Syaikh Hassan Az-Zakani untuk bertemu di Makkah, sedangkan sebelumnya keduanya belum pernah bertemu dan berkenalan.
Subhanallah !. ketika keduanya bertemu, seperti teman lama yang lama berpisah. Di Baitullah, K.H. Ahmad Anshari ditalqin kembali menjadi Muqoddam oleh Syaikh Hassan Az-Zakani.
Sebenarnyanya, pada tahun 1991, K.H. Ahmad Anshari sudah memutuskan untuk berhenti dari kerjanya di Makkah serta pulang ke Indonesia, tetapi ia tidak diperbolehkan oleh gurunya, Syaikh Idris.
Pesannya, nanti akan ada isyarat kapan beliau boleh pulang ke Indonesia.
MULAI MEMBINA THORIQOH
Pada tahun 1995 itu juga, beliau mendapat izin untuk pulang ke Indonesia.
Bahkan, tidak tanggung-tanggung, Syaikh Idris sendiri yang mengantar sampai ke rumah beliau di Banjarmasin.
Sedang pada waktu itu, gajinya di toko arloji akan dinaikkan 100%.
Namun iming-iming tidak menggoyahkannya untuk mematuhi perintah gurunya pulang ke Indonesia.
Tugas menjaga zawiyah diserahkan kepada K.H. Hasbullah Al-Banjari hingga saat ini.
Pada saat itu, bulan Agustus-September 1995, Syaikh Idris sempat satu bulan di Indonesia, sehingga berhasil bertemu para muqaddam dan ikhwan di berbagai kota di Indonesia.
Syaikh Idris sempat mentalqin ribuan orang Indonesia menjadi Ikhwan atau Muqaddam Thoriqoh Tijani.
SHOLAT DI DALAM KA’BAH
K.H. Ahmad Anshari merasa mendapatkan nikmat besar selama tinggal di Makkah, yaitu, ketika Baitullah direhab pada 1995, beliau mendapat izin dari Kerajaan Arab Saudi menjadi salah satu orang yang diperkenankan masuk ke dalam Ka’bah. “Di situ saya shalat sunnah empat rakaat, dan merasakan begitu dalam pengalaman rohani yang sulit diceritakan dengan kata-kata,” ujar beliau.
Pengasuh Pondok
Di Indonesia, K.H. Anshari mendirikan usaha biro perjalan dengan bendera “PT Bhuana Etam Lestari”, yang beralamat di Jalan Simpang Tiga Cempaka Sari 19 RT 24 Banjarmasin 70117, yang kemudian berkembang lagi menjadi ”Muslimun Travel”, yang dijalankan anak-anaknya.
Salah satu hasil dari usahanya ini, beliau mendirikan Yayasan Al-Anshari, yang hasilnya di antaranya adalah mendirikan Ma’had Al-Anshari, yaitu pondok pesantren untuk anak-anak balita khusus untuk menghafal Al-Qur’an.
Di pondok ini para santri di didik di asrama dan dibiayai secara gratis, yaitu makan minum, penginapan, serta keperluan sekolah, hingga pakaian serta keperluan sehari-hari, seperti susu dan perawatan kesehatan.
Ketika didirikan pada tahun 2009, ada sekitar 100 anak, seiring berjalannya waktu, semakin banyak orangtua yang menyekolahkan anaknya dipesantren beliau .
Mereka berumur antara lima hingga sembilan tahun.
Sekarang sudah ada yang hafal 30 juz, dan mengadakan khataman pada setiap tahun untuk beberapa murid yang sudah lulus hafal Al-Qur’an 30 juz.
Karena pondok pesantrennya ini sudah menunjukkan hasil, banyak orangtua yang berminat menitipkan anaknya di pondok ini. Namun, karena keterbatasan ruang dan guru, K.H. Ahmad Anshari sebagai pengasuh sekaligus pengelola menunda dulu masuknya santri baru. Hingga tahun ini sudah ada sekitar 100 calon santri anak yang berstatus daftar tunggu.
Selain itu, K.H. Ahmad Anshari juga aktif di Tarekat Tijaniyah dan membina zawiyah di Kalimantan, Bangka, dan Batam. Puluhan zawiyah dan ribuan ikhwan sudah dihimpunnya, sehingga murid beliau tersebar di berbagai daerah di Indonesia. Karena itu, oleh jama’ah beliau di wilayah Kalimantan, Sumatera, Batam hingga Malaysia, K.H. Anshari akrab disapa “Abuya”.
Dalam berdakwah di masyarakat, usaha biro perjalanan, dan aktif di Tarekat Tijaniyah, K.H. Anshari membagi waktunya dalam setahun menjadi tiga bulan di Banjarmasin, tiga bulan di Saudi, dan enam bulan untuk dakwah di berbagai kota di Indonesia.
Bahkan di Tarekat Tijani di Indonesia, perannya juga seperti menteri luar negeri, dialah yang menjadi penghubung antara para ulama Tijani di Timur Tengah maupun Afrika untuk datang ke Indonesia.
Begitu juga sebaliknya, ia pula yang akan memfasilitasi para Muqaddam maupun Ikhwan yang ingin ke Timur Tengah atau Maroko, pusat Tarekat Tijaniyah di dunia.
MENGARANG KITAB SYARH MAULID BURDAH
K.H. Anshari dikenal juga sebagai penulis buku-buku keagamaan.
Hampir 14 buku telah terbit, berkisar tentang berbagai topik agama, seperti tuntunan shalat, tuntunan mencara rizqi, Masalah Tarekat Tijaniyah, dan syarah tentang Maulid Burdah karya Imam Bushiri.
Uniknya semua kitab itu diterbitkan sendiri dan dibagikan secara gratis.
“Banyak orang yang ingin membeli, tetapi karena jumlahnya terbatas tidak terlayani. Sedang Abuya sendiri tidak ingin karyanya dikomersialkan, semata-mata untuk dakwah,” ujar Ustadz Haji Hasbi, adik sekaligus pembantu utamanya di pondok pesantren.
Bakat menulis K.H. Ahmad Anshari sangat terpangaruh berbagai kitab ulama luar negeri maupun dalam negeri. Salah satunya adalah Hamka. “Beliau dapat memadukan keindahan sastra dan kedalaman ilmu, sehingga enak dan mudah dibaca untuk pembaca segala umur. Saya sejak muda sangat menggemari semua buku karya Hamka,” ujar K.H. Ahmad Anshari.
Sedang kecintaannya kepada Maulid Burdah sudah terbangun sejak kecil, yaitu ketika ia mengalunkan syair-syair merdu Burdah itu di masjid bersama para jama’ah. Di Kalimantan Selatan, pembacaan Maulid Burdah masih berjalan di masjid pada malam tertentu hingga sekarang. Hatinya tergetar dan merasakan kehadiran Nabi Muhammad SAW di tengah jama’ah Burdah itu.
Rencananya, buku syarah Maulid Burdah K.H. Anshari, yang diberi judul Bunga Mawar, insya Allah akan ditulis dan diterbitkan sebanyak 162 jilid, yaitu sebanyak nazham syair di Maulid Burdah itu. Sekarang sudah terbit tiga jilid, syarah atas tiga syair pertama. Berikutnya, buku keempat sudah jadi tetapi belum dicetak, karena menunggu editing. “Semoga Allah memberikan saya umur panjang dan kekuatan untuk melaksanakan cita-cita itu,” tuturnya.
Kecintaannya kepada dunia penulisan membuat dirinya disiplin menyisakan waktu pada malam hari untuk menulis. Karena itu, pada malam-malam tertentu, ia menulis di muka rumahnya: permintaan maaf untuk tidak menerima tamu malam itu karena ia sedang sibuk menulis. Keluarga dan jama’ahnya tahu, dan memakluminya. Mungkin sekian kiranya sedikit biografi guru kita KH. AHMAD ANSHARI HB.
Semoga kita semua mendapat limpahan berkah yang begitu banyak dari beliau.
Kita do’akan bersama semoga beliau diberi umur panjang, sehat wal’afiyat, dimurahkan rezeki dan dibalas atas segala kebaikan beliau.
- Demikian lah ilmu pengetahuan islam yang bisa kami berikan kepada seluruh Ikhwan & Akhwat sahabat Didikan Islamic yang dirahmati oleh Allah SWT. Semoga menjadi berkah untuk kehidupan kita semua. Dihari yang penuh berkah ini kami mengajak kepada seluruh kaum muslimin agar saling berbagi kebaikan ilmu yang diambil dari artikel dibawah ini. Mari kita saling berbagi pengetahuan kepada orang-orang terdekat kita utamanya agar mereka mendapatkan berkah dan ilmu pengetahuan dari apa yang sudah kita share.
- Semoga dengan berkah kita meluangkan waktu selama beberapa menit untuk membagikan artikel ini menjadikan kita mudah dalam segala urusan dunia maupun akhirat. Dan menjadi amal ibadah kita.
- Bayangkan apabila ada 100 orang bahkan lebih dari itu mereka yang mengambil kebaikan ilmu dari apa yang kita bagikan, maka sebanyak itulah amal ibadah kita. Mari saling berbagi (SHARE) 🙏🏻 .Semoga amal ibadah kita berbagi dihari ini diterima oleh Allah SWT
Belum ada Komentar untuk "Biografi KH. Ahmad Anshori HB"
Posting Komentar